Seorang petani yang tinggal di daerah Sumatra Selatan memiliki keledai satu-satunya sebagai alat angkutan sehari-hari.
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh kedalam sumur.
Hewan itu menangis sangat memilukan selama berjam-jam sementara si petani tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan keledai tersebut.
Segala upaya telah dicoba untuk mengangkat keledai itu dari dalam sumur, tetapi tidak membuahkan hasil.
Akhirnya , setelah berdiskusi dengan saudaranya diperoleh kesimpulan untuk membiarkan saja keledai itu didalam sumur untuk selanjutnya ditimbun.
Alasannya , hewan tersebut sudah tua dan tidak terlalu berguna lagi jika ditolong.
Di pihak lain , sumur itu sendiri juga sebenarnya kurang produktif.
Dengan demikian menutup sumur dengan keledainya merupakan keputusan yang tepat.
Lalu dia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantu.
Mereka datang dengan membawa sekop, cangkul, dan peralatan lainnya lalu mulai menimbun tanah kedalam sumur.
Pada mulanya , ketika si keledai menyadari apa yang terjadi, dia menangis penuh kengerian.
Namun lama kelamaan semua orang jadi takjub ketika si keledai menjadi diam dan tidak berteriak lagi.
Setelah beberapa sekop tanah mulai dituangkan lagi kedalam sumur, si petani melihat kedalam sumur dan tercengang melihat apa yang dilakukan sang keledai.
Sekalipun punggungnya terus menerus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan.
Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun kebawah, lalu menaiki tanah itu.
Begitu seterusnya, tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor keatas punggung hewan itu, sedangkan si keledai juga terus mengguncangkan badannya dan melangkah naik hingga mendekati mulut sumur.
Tak pelak lagi, semua orang terpesona ketika melihat si keledai melompati tepi sumur dan melarikan diri.
***
Terkadang hidup ini terasa begitu tertekan dengan permasalahan yang bertubi-tubi, baik itu masalah keluarga maupun pekerjaan.
Setiap hari timbunan masalah itu semakin berat saja.
Belajar dari ilustrasi diatas , bukankah setiap masalah yang ada dapat dijadikan batu pijakan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik lagi?
Kita juga tidak bisa terus-menerus menyesali apa yang terjadi, sekalipun rasanya sudah tidak mungkin untuk keluar dari masalah yang ada.
Namun dengan mengubah cara pandang terhadap suatu masalah, akan ditemukan solusi-solusi baru yang mungkin tidak dapat ditemukan sebelumnya.
Pendek kata ketika menghadapi masalah sesungguhnya kita sedang menikmati pengalaman hidup yang mungkin tidak terulang kembali.
Pengalaman bukanlah apa yang dialami seseorang, melainkan apa yang dilakukan seseorang terhadap apa yang terjadi pada dirinya.
Persepsi orang lain akan berubah ketika kita bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan tegar dan tabah.
Cara pandang dan penilaian orang justru akan berbalik arah ketika kita bisa memandang permasalahan yang kita hadapi secara positif.
Kebesaran jiwa seseorang memang diuji pada saat ia menghadapi permasalahan hidup.
Seseorang memiliki mental dan perkembangan emosi yang optimal bukan dilihat dari kekayaan atau jabatannya yang tinggi, bukan pula dari pernyataan -pernyataannya yang muluk, dan bukan pula dari palu kekuasaan yang dimilikinya untuk menekan orang lain, melainkan dari dapur api pengujian hidup.
'Aslinya' seseorang akan tampak ketika seluruh aksesoris kehidupan yang dimilikinya lepas.
Emas akan betul tampak betul-betul emas setelah melalui pengujian api , bukan ketika dia dilekatkan sebagai perhiasan baru.
Selama manusia hidup, pasti banyak permasalahan yang terus menekannya.
Disisi lain , dalam menjalani kehidupan juga kita akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang harus segera diputuskan .
Keledai dalam cerita diatas telah memutuskan untuk bangkit dan mencari jalan keluar.
Dia telah menjadi bagian dari pemecahan masalah bukan bagian dari permasalahan itu.
Semakin individu tersebut terbang tinggi , semakin kuat pula tarikan untuk menghambatnya. Semakin gemilang seseorang dalam prestasi dan implementasi kompetensi yang dimilikinya, semakin deras pula arus untuk menekannya. Berkenaan dengan hal itu , maka pilihan tetap ada di pundak masing- masing. Mau tetap terbang tinggi bersama kompetensi yang dimiliki sambil mengucapkan selamat tinggal kepada pecundang, atau mengambil keputusan untuk turun lalu hidup bersama para pecundang
(Oleh Elvi Zuhailina @ Discussion board KKH)
4 Jun 2009
KELEDAI
Tweet
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa kasih komentar ya.... tapi yang membangun maklum pemula hehehe